HUKUM PERIKATAN
Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda
disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam
literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti hal yang mengikat
orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut
kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa
peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa
keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat
itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang
atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian,
perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut
hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah
adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau
lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban
atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat
hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat
dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang
hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta
dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum
Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu
dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Pengertian perikatan menurut Hofmann
adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum
sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau
pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali
untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam
bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah
hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah
dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian
perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal
yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita.
Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu
perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah
demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam perikatan ada perikatan
untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan
perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya
positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan
perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya;
perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi
sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Syarat sahnya perikatan
yaitu;
1. Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini diperlukan hanya terhap
perikatan yang timbul dari perjanjian.
2. Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum.
3. Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam pengertian perikatan
4. Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup
dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Macam-macam perikatan :
·
Perikatan
bersyarat
·
Perikatan
yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
·
Perikatan
yang membolehkan memilih
·
Perikatan
tanggung menanggung
·
Perikatan
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
·
Perikatan
tentang penetapan hukuman
Dasar hukum perikatan
Berdasarkan KUH Perdata
terdapat tiga sumber yaitu :
·
Perikatan
yang timbul dari persetujuan.
·
Perikatan
yang timbul dari undang – undang
·
Perikatan
terjadi bukan perjanjian Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam- macam istilah untuk menterjemahkan
verbintenis dan overeenkomst, yaitu :
- Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
- Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
- Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis”
yaitu :
- perikatan
- perutangan
- perjanjian
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan
istilah terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
Perjanjian dan Persetujuan.
Untuk menentukan istilah apa yang
paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu
kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah masing-masing.Verbintenis
berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini
istilah verbintenis menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal
ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan
hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat
diartikan sebagai istilah perikatan.
Sedangkan untuk istilah overeenkomst
berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”.
Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang
dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan
asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst
lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.
Asas- asas hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur
dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas
konsensualisme.
• Asas Kebebasan Berkontrak
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
• Asas konsensualisme
• Asas konsensualisme
Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas.
Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat adalah :
1.
Kata
Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2.
Cakap
untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap
untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut
hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3.
Mengenai
Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4.
Suatu sebab yang Halal
Suatu
sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa)
yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
Wanprestasi dalam hukum perikatan
Bentuk Wanprestasi, Ada tiga bentuk
wanprestasi yaitu :
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Terlambat memenuhi prestasi.
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.
Wansprestasi timbul apabila salah
satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari
wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi
tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :
1. Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi) Ganti rugi sering diperinci
meliputi tiga unsur, yakni :
a. Biaya
adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh salah satu pihak
b. Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat
oleh kelalaian si debitor
c. Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di
dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal
1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan
Risiko
Peralihan
risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di
luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek
perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
PERIHAL HAPUSNYA PERIKATAN
Dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata Pasal 1381 menyebutkan delapan macam cara hapusnya perikatan yaitu :
1.
Karena pembayaran
Pembayaran
adalah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya
tidak dengan paksaan atau eksekusi. Tiap pembayaran yang sah dapat
dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang
atau penanggung utang. Pembayaran yang sah juga dapat dipenuhi oleh pihak
ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan
untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak
kneditur sebagai pengganti jika ía bertindak atas namanya sendiri.
Agar
suatu pembayaran untuk melunasi suatu utang berlaku sah, orang yang
melakukannya haruslah pemilik mutlak barang yang dibayarkan dan pula berkuasa
untuk memindahtangankan barang itu. Meskipun demikian, pembayaran sejumlah uang
atau suatu barang lain yang dapat dihabiskan, tak dapat diminta kembali dan
seseorang yang dengan itikad baik telah menghabiskan barang yang telah
dibayarkan itu, sekalipun pembayaran itu dilakukan oleh orang yang bukan
pemiliknya atau orang yang tak cakap memindahtangankan barang itu.
Tata cara pembayaran menurut KUHPer adalah :
·
Dilakukan oleh kreditur atau perwakilannya.
·
Dilakukan denganitikad baik.
·
Pembayaran dilakukan ditempat yang disepakati
oleh kreditur
Mengenai pembayaran sewa rumah, sewa
tanah, tunjangan tahunan untuk nafkah, bunga abadi atau bunga cagak hidup,
bunga uang pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu yang harus dibayar tiap
tahun atau tiap waktu yang lebih pendek, maka dengan adanya tiga surat tanda
pembayaran tiga angsuran berturut-turut, timbul suatu persangkaan bahwa
angsuran-angsuran yang Iebih dahulu telah dibayar lunas, kecuali jika
dibuktikan sebaliknya.Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan
pembayaran, ditanggung oleh debitur.
Seorang yang mempunyai berbagai
utang, pada waktu melakukan pembayaran berhak menyatakan utang mana yang hendak
dibayarnya. Seorang yang mempunyai utang dengan bunga, tanpa izin kreditur, tak
dapat melakukan pembayaran untuk pelunasan uang pokok lebih dahulu dengan
menunda pembayaran bunganya. Pembayaran yang dilakukan untuk uang pokok dan
bunga, tetapi tidak cukup untuk melunasi seluruh utang, digunakan terlebih
dahulu untuk melunasi bunga.
Jika seseorang, yang mempunyai
berbagai utang uang, menerima suatu tanda pembayaran sedangkan kreditur telah
menyatakan bahwa apa yang diterimanya itu adalah khusus untuk melunasi salah
satu di antara utang-utang tersebut, maka tak dapat lagi debitur menuntut
supaya pembayaran itu dianggap sebagai pelunasan suatu utang yang lain, kecuali
jika oleh pihak kreditur telah dilakukan penipuan, atau debitur dengan sengaja
tidak diberitahu tentang adanya pernyataan tersebut.
Jika tanda pembayaran tidak
menyebutkan untuk utang mana pembayaran dilakukan, maka pembayaran itu harus
dianggap sebagai pelunas utang yang pada waktu itu paling perlu dilunasi
debitur di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih, maka pembayaran
harus dianggap sebagai pelunasan utang yang dapat ditagih lebih dahulu daripada
utang-utang lainnya, meskipun utang yang terdahulu tadi kurang penting sifatnya
daripada utang-utang lainnya itu. Jika utang-utang itu sama sifatnya, maka
pelunasan harus dianggap berlaku untuk utang yang paling lama, tetapi jika
utang-utang itu dalam segala-galanya sama, maka pelunasan harus dianggap
berlaku untuk masing-masing utang menurut imbangan jumlah masing-masing. Jika
tidak ada satu pun yang sudah dapat ditagih, maka penentuan pelunasan harus
dilakukan seperti dalam hal utang-utang yang sudah dapat ditagih.Subrogasi atau
perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada
kreditur, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang.
2.
Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh
penyimpanan
Jika
kreditur menolak pembayaran, maka debetur dapat melakukan penawaran pembayaran
tunai atas apa yang harus dibayarnya, dan jika kreditur juga menolaknya,, maka
debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada Pengadilan. Penawaran
demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku
baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang,
sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
Agar penawaran yang demikian sah, perlu:
·
Penawaran itu dilakukan kepada seorang kreditur
atau wakilnya
·
Orang yang berkuasa untuk membayar
·
Penawaran itu mengenai seluruh uang pokok yang
dapat dituntut dan bunga yang dapat ditagih serta biaya yang telah ditetapkan,
tanpa mengurangi penetapan kemudian
·
Ketetapan waktu telah tiba jika itu dibuat untuk
kepentingan kreditur
·
Syarat yang menjadi beban utang telah terpenuhi.
·
Penawaran itu dilakukan di tempat yang menunut
persetujuan pembayaran
·
Penawaran itu dilakukan oleh seorang Notaris
atau juru sita, masing-masing disertai dua orang saksi.
Agar suatu penyimpanan sah, tidak perlu adanya
kuasa dan Hakim, hanya cukuplah:
·
Dengan disampaikan keterangan
·
Dengan menitipkannya pada kas penyimpanan atau
penitipan di kepaniteraan pada Pengadilan yang akan mengadilinya
·
Oleh Notaris atau jurusita, masing-masing
disertai dua orang saksi
·
Jika kreditur tidak datang untuk menerimanya,
berita acara tentang penitipan diberitahukan kepadanya, dengan peringatan untuk
mengambil apa yang dititipkan itu.
Biaya yang dikeluarkan unituk
menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan harus dipikul oleh
kreditur, jika hal itu dilakukan sesuai dengan undang-undang. Selama apa yang
dititipkan itu tidak diambil oleh kreditur, debitur dapat mengambilnya kembali,
dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang tidak
dibebaskan.
3.
Pembaharuan hutang (novasi)
Pembaruan
utang adalah suatu perbuatan dimana seorang debitur membuat suatu perikatan
utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama, yang
dihapuskan karenanya. Pembaruan utang hanya dapat dilakukan antara orang-orang
yang cakap untuk mengadakan perikatan.
Pembaruan
utang tidak dapat hanya dikira-kira; kehendak seorang untuk mengadakannya harus
terbukti dan isi akta. Pembaruan utang dengan penunjukan seorang debitur baru
untuk mengganti yang lama, dapat dijalankan tanpa bantuan debitur pertama.
Pemberian
kuasa atau pemindahan, dengan mana seorang debitur memberikan kepada seorang
kreditur seorang debitur baru yang mengikatkan dirinya kepada kreditur, tidak
menimbulkan suatu pembaruan utang, jika kreditur tidak secara tegas mengatakan
bahwa ia bermaksud membebaskan debitur yang melakukan pemindahan itu dan
perikatannya.
4.
Kompensasi atau perhitungan hutang timbal
balik
Jika
dua orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang
yang menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut. Perjumpaan terjadi demi
hukum, bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan
pada saat utang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk jum!ah yang sama.
Perjumpaan
hanya terjadi antara dua utang yang dua-duanya berpokok sejumlah utang, atau
sejumlah barang-barang yang dapat dihabiskan dan dan jenis yang sama, dan yang
dua-duanya dapat diselesaikan dan ditagih seketika. Bahan makanan, gandum dan
hasil-hasil pertanian yang penyerahannya tidak dibantah dan harganya dapat
ditetapkan menurut catatan harga atau keterangan lain yang biasa dipakai di
Indonesia, dapat diperjumpakan dengan sejumlah uang yang telah diselesaikan dan
seketika dapat ditagih.
5.
Percampuran hutang
Percampuran
hutang adalah suatu kedudukan dimana kreditur dan debitur berkumpul pada satu
orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu
piutang dihapuskan.
Percampuran
yang terjadi pada diri penanggung utang, sekali-kali tidak mengakibatkan
hapusnya utang pokok. Percampuran yang terjadi pada diri salah satu dan pada
debitur tanggung-menanggung, tidak berlaku untuk keuntungan para debitur
tanggung-menanggung lain hingga melebihi bagiannya dalam utang
tanggung-menanggung.
6.
Pembebasan hutang
Pengembalian
sepucuk surat piutang di bawah tangan yang asli secara sukarela oleh kreditur
kepada debitur, bahkan juga terhadap orang-orang lain yang turut berutang
secara tanggung- menanggung. Pembebasan suatu utang atau pelepasan menurut
persetujuan untuk kepentingan salah seorang debitur dalam perikatan
tanggung-menanggung, membebaskan semua debitur yang lain, kecuali jika kreditur
dengan tegas menyatakan hendak mempertahankan hak-haknya terhadap orang-orang
tersebut terakhir; dalam hal itu, ia tidak dapat menagih piutangnya sebelum
dikurangkan bagian dan debitur yang telah dibebaskan olehnya.
Pengambilan
barang yang diberikan dalam gadai tidaklah cukup untuk menjadikan alasan dugaan
tentang pembebasan utang. Pembebasan suatu utang atau pelepasan menurut
persetujuan yang diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung
utang. Pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak
membebaskan para penanggung lainnya.
Apa
yang telah diterima kreditur dan seorang penanggung Utang sebagai pelunasan tanggungannya,
harus dianggap telah dibayar untuk mengurangi utang yang bersangkutan, dan
harus digunakan untuk melunasi utang debitur utama dan tanggungan para
penanggung lainnya.
7.
Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam
perjanjian
Jika
barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat
diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu
masih ada, atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau
hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan
meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak
ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus
jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama di tangan kreditur,
seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya. Debitur diwajibkan
membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakannya. Dengan cara bagaimanapun
suatu barang hilang atau musnah, orang yang mengambil barang itu sekali-kali
tidak bebas dan kewajiban untuk mengganti harga.
Jika
barang yang terutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang di luar
kesalahan debitur, maka debitur, jika ia mempunyai hak atau tuntutan ganti rugi
mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak dan tuntutan tersebut kepada
kreditur.
8.
Pembatalan perjanjian
Semua
perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, atau orang-orang yang berada
di bawah pengampuan adalah batal demi hukum. Jika tata cara yang ditentukan
untuk sahnya perbuatan yang menguntungkan anak-anak yang behum dewasa dan
orang-orang yang berada di bawah pengampuan telah terpenuhi, atau jika orang
yang menjalankan kekuasaan orangtua, wali atau pengampu telah melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak melampaui batas-batas kekuasaannya, maka
anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan itu
dianggap telah melakukan sendiri perbuatan-perbuatan itu setelah mereka menjadi
dewasa atau tidak lagi berada di bawah pengampuan, tanpa mengurangi hak mereka
untuk menuntut orang yang melakukan kekuasaan orangtua, wali atau pengampu itu
bila ada alasan untuk itu.
Ketentuan
pasal yang lalu tidak berlaku untuk perikatan yang timbul dan suatu kejahatan
atau pelanggaran atau dan suatu perbuatan yang telah menimbulkan kerugian bagi
orang lain. Begitu juga kebelumdewasaan tidak dapat diajukan sebagai alasan
untuk melawan perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa dalam
perjanjian perkawinan dengan mengindahkan ketentuan Pasal 1601g, atau
persetujuan perburuhan yang tunduk pada ketentuan Pasal 1601h.
Perikatan
yang dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan, menimbulkan tuntutan
untuk membatalkannya. Dengan alasan telah dirugikan, orang-orang dewasa, dan
juga anak-anak yang belum dewasa bila mereka dapat dianggap sebagai orang dewasa,
hanyalah dapat menuntut pembatalan penikatan yang telah mereka buat dalam
hal-hal khusus yang ditetapkan undang-undang.
Batas
waktu standar batalnya suatu perikatan adalah lima tahun. Tuntutan untuk
pernyataan batalnya suatu perikatan, gugur jika perikatan itu dikuatkan secara
tegas atau secara diam-diam, sebagai berikut: oleh anak yang belum dewasa,
setelah ia menjadi dewasa; oleh orang yang berada di bawah pengampuan, setelah
pengampuannya dihapuskan, oleh perempuan bersuami yang bertindak tanpa bantuan
suaminya, setelah perkawinannya bubar; oleh orang yang mengajukan alasan adanya
paksaan, penyesatan atau penipuan, setelah paksaan itu berhenti atau setelah
penyesatan atau penipuan itu diketahuinya.
Referensi :
http://syadiashare.com/jenis-badan-usaha-dan-kegiatan-ekonomi-di-indonesia.html
http://eghasyamgrint.wordpress.com/2011/04/04/wanprestasi-dan-akibat-dalam-hukum-perikatan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar