PERPAJAKAN
AKUNTANSI INTERNASIONAL
Masing-masing negara
berhak untuk menentukan pajak dalam batas kenegaraannya yang mengakibatkan perbedaan
perpajakan di tiap-tiap negara, selain juga disebabkan perbedaan budaya dan
pemaksaan pajak. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan dalam penentuan pajak
dan penentuan biaya.
Keseimbangan
dan netralitas
Prinsip equity
menyatakan dalam kondisi sama pembayar pajak hendaknya dibebankan pajak yang
sama sedang netrality menyatakan pengaruh pajak hendaknya tidak memiliki imbas
dalam pengambilan keputusan bisnis.
Sumber
pendapatan
Sumber pendapatan
dikelompokkan dalam dua kelas yaitu sumber pendapatan dalam negeri dan luar
negeri. Sumber pendapatan luar negeri adalah hasil ekspor barang dan jasa
termasuk dari cabang di luar negeri dan dikenai pajak pada saat pendapatan
diakui. Pajak cabang LN dapat dikenakan dengan menggunakan dua metode yaitu
pendekatan teritorial dan worldwide. Pendekatan teritorial berprinsip pajak
dikenakan di negara asal di mana pendapatan di dapat. Pendekatan worldwide
dikenakan baik pada penghasilan dalam maupun luar negeri (pajak berganda).
Penentuan biaya
Penentuan biaya
berpengaruh pada besar pajak. Jika R dan D dikapitalisasi maka pajak
penghasilan akan berlangsung selama masa pengakuan nilai sampai habis dalam
penghapusannya. Jika diperlakukan sebagai biaya hanya berpengaruh pada periode
tertentu sehingga berdampak pada pajak langsung. Perbedaan penentuan umur aset
akan menentukan besar biaya. Aset didepresiasi lebih pendek berakibat pada
biaya menjadi lebih besar dan pajak lebih kecil.
Tipe-tipe pajak
1. Corporate
Income Tax, dua pendekatan yang digunakan sistem klasik yaitu pajak dikenakan
jika penghasilan sudah diterima dan dicatat subyek pajak. Dan sistem integral
yaitu mengeliminasi pajak berganda lewat dua metode yakni split rate dan
imputansi.
2. With
Holding Tax, penghasilan yang dihasilkan perusahaan anak di LN dikenakan pajak
negara itu, sedang dividen yang dikirim ke perusahaan dikenakan pajak negara
tempat perusahaan induk berada.
3. Indirect
Tax, pajak tidak langsung dikenal sebagai pajak pertambahan nilai. Konsep
mendasari adalah bahwa pajak dikenakan pada tiap tahap produksi. Pertambahan
nilai didapat dari penghasilan barang dikurang nilai input, tetapi PPn bukan
pajak penjualan.
Perencanaan
pajak internasional
Ekspor, FSC memberi
kesempatan dan menyediakan keuntungan pajak. Jika perusahaan menentukan
lisesnsi untuk teknologi LN harus memperhatikan with holding tax dan tax
treaty.
Cabang, kerugian umum terjadi pada tahun pertama dan digunakan perusahaan induk untuk mengurangi beban pajak. Perusahaan anak, keuntungan anak perusahaan belum dikenakan pajak sebelum dibagikan dalam bentuk pendapatan ke perusahaan induk tapi kerugian tak dapat dikompensasi ke perusahaan induk. Lokasi untuk operasi LN, berhubungan dengan insentif pajak, tarif pajak, dan tax treaty.
Cabang, kerugian umum terjadi pada tahun pertama dan digunakan perusahaan induk untuk mengurangi beban pajak. Perusahaan anak, keuntungan anak perusahaan belum dikenakan pajak sebelum dibagikan dalam bentuk pendapatan ke perusahaan induk tapi kerugian tak dapat dikompensasi ke perusahaan induk. Lokasi untuk operasi LN, berhubungan dengan insentif pajak, tarif pajak, dan tax treaty.
Doernberg
(1989) menyebut 3 unsur netraliats yang harus dipenuhi dalam kebijakan
pemajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas
Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban
pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita
berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di
luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua
negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar
negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas
Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal,
dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar
negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara.
Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri
(WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang
dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test
dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality:
Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila
ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai
biaya pengurang laba.
Mengapa terjadi pemajakan berganda
internasional?
Pemajakan berganda terjadi karena benturan antar
klaim pemajakan. Hal ini karena adanya prinsip pemajakan global untuk wajib
pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri
dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib
pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib
pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang
bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini
membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen
lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya cabang di Jepang. Penghasilan
cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di Indonesia
penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif
pajak UU domestik Indonesia. Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual
residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak
sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global
dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap
sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh
Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak
untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari
pemajakan berganda internasional?
1. Tax
Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian
antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi
antara 2 negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya
berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak
bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa
tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya
boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT.
Untuk passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak
memajaki namun terdapat pengurangan tarif.
2. Kredit
Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri
dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia
diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas:
Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua
penghasilan
Apa saja masalah-masalah dalam pemajakan
internasional?
1. Transfer
Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke
perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih
rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih
rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga
yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk
mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT
A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke
B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga
yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah
namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual
rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B
Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak
fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan
DER (Debt Equity Ratio).
2. Treaty
Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak
berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan
pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak.
Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat)
dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax
treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di
negara yang menandatangani tax treaty.
3. Tax
Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak
secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah
membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara
tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994
antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand
Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional,
pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang
gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena
koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Sumber :
Prof. Gunadi. 2007. Pajak
Internasional. LPFEUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar